Minggu, 20 Maret 2016

Indah Syamsuddin: Gadis berselimut sorban

Indah Syamsuddin: Marwah Hanurti ; Gadis berselimut sorban

Indah Syamsuddin: sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

Indah Syamsuddin: sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

Tatkala matahari sepenggalan naik
Tampak kontras membelah langit di garis - garis cakrawala
Memantapkan langkah kaki memulai perjalanan yang tidak terlalu jauh juga tidak nampak dekat dipelupuk mata
Membelah jalanan yang panjang membentang menuju pesisir Moramo Utara Sebuah wilayah yang dihimpit karang dan asinnya lautan beserta bakau yang tumbuh bak ilalang liar

Diri ini bak tamu yang disuguhi pemandangan semesta
Yang tampak bertasbih digaris khatulistiwa
Menggema bersama alunan denting palu yang beradu
Bak tentara yang mengangkat senjata
Para wanita paruh baya berpenutup wajah
Mengangkat palu sembari menjemput rezeki 

Sembari berdzikir lepas dhuha
Sembari bercucuran keringat
Sembari memperbaiki penutup wajahnya
Sembari menjemput secuil asa yang tertanam di dalam batu kerikil

Tapi pernahkah mereka mengemis ke senayan??
Pernahkah mereka memberontak di depan wali kota?
Pernahkah mereka telanjang muka di depan para pemegang kekuasaan?

Tidak. Bahkan mereka tidak pernah tahu siapa itu pemegang kekuasaan
Yang mereka tahu hanya bersujud dan berdzikir di waktu matahari sepenggalan naik
Berharap sang pemilik semesta menjatuhkan sekantung uang receh dari langit

Mereka buta akan huruf
Mereka buta akan warna
Mereka buta akan hukum
Tapi ketahuilah mereka tidak pernah buta akan nikmat Tuhan


Tanjung Tiram, Moramo Utara, Konawe Selatan

Rabu, 16 Maret 2016

Gadis berselimut sorban

Marwah Hanurti, 17 Maret dalam aksara (17th)*

Semburan senja memantulkan bayangan gadis dengan sorban yang melingkar dipinggangnya

Berjalan di atas aspal panas dengan lunglai seperti tanpa semangat hidup
Cahaya senja yang menerpa wajahnya meluluh lantahkan seluruh kebahagiaan dipelupuk matanya

Seperti tak pernah merasakan kepedihan
Ia terus berjalan hingga cahaya senja redup lalu mati ditelan hausnya kehidupan jalang aspal panas

Tak peduli malam yang datang dengan pekatnya
Ia terus berjalan menghilangkan beban dipelupuk matanya
Beban yang datang bersama kebahagiaan

Tapi tahukah? Dia mungkin gadis terkuat yang pernah bersemayam di semesta tak ber - Tuhan

Sekelebat kepedihan menghujani hatinya bak hujan asam yang mampu melelehkan besi dan baja
Hati yang terlalu luas mengikhlaskan
Hati yang usianya kini menjejak 17
Hati yang memeluk erat seluruh rasa sakit

Tapi malam yang semakin pekat dan semakin pekat membuatnya luluh dan jatuh tertidur berselimut sorban yang direkatkan dipinggangnya.

Kendari, Sulawesi Tenggara

* Marwah Hanurti, Remaja tangguh yang lahir pada 17 Maret 1999 adalah sahabat, teman, saudara. Tulisan ini 100% terinspirasi dari sosoknya.

Malam jum'at yang berdebu

Burung gagak bertengger dengan anggunnya
menatap tajam dikejauhan
Tampak sebuah rumah yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil

Bohlam berwarna redup bak lampu diskotek yang hidup lalu mati bergantian tampak jelas terlihat melalui celah daun jendela

Burung gagak bertengger dengan anggunnya di dalam balutan malam jum'at yang berdebu
Menajamkan telinga mendengar
1001 kabar kematian didalam rumah yang tak terlalu besar namun juga tak terlalu kecil

Kematian akan moral
Kematian akan keperawanan di atas janji dan ikrar kepada Tuhan
Kematian akan rasa hormat kepada Orang tua

Burung gagak bertengger dengan anggunnya
Mengatupkan paruhnya seolah ingin menghardik hamba Tuhan tak tahu diri yang bersemayam didalam rumah yang tidak terlalu besar juga tak terlalu kecil

Menghardik kepada sang pemilik rumah yang dengan 1001 cara melempar perkakas rumah tangga tepat mengenai wajah kecil berlumuran dosa di antara dosa - dosa keluarganya

Tak tahan dengan seluruh panca indranya
Burung gagak dengan anggun menengadah ke langit lalu mengepakkan sayapnya pergi

meninggalkan rumah dengan segudang dosa yang tertanam di dalamnya
Membelah kepakatan dan kegelapan malam jum'at dengan jutaan partikel debu tanpa jeda
menyampaikan pesan kematian demi pesan kematian di pundaknya

Kendari, Sulawesi Tenggara