Selasa, 05 Juli 2016

Bulan Tidak Lagi Diatas Kuburan

Hembusan angin malam ramadhan
Menampar lembut
Dingin. Menghangatkan
Menyadarkan diri ini pada penghambaan sesungguhnya

Hembusan angin malam ramadhan
Menyeruakkan bau tanah
Membawa ragaku bernostalgia ketika bulan bertengger tepat di atas kuburanmu
Menyaksikan tangis - tangis yang kian larut kian pecah

Sambil menatap nanar
Satu lagi keluarga terluka akibat kehilangan
Satu lagi mahluk tuhan kembali menjadi tanah

Malam lebaran yang katanya bulan bertengger tepat diatas kuburan
Kini tidak lagi
Tergantikan ribuan lantunan puji - pujian kepada pemilik semesta
Tergantikan air mata yang mengering dipelupuk mata

Tak ada lagi bulan diatas kuburan
Tidak ada lagi daun yang jatuh berguguran
Tak ada lagi pelupuk mata yang basah
Tak ada lagi hembusan nafas berat

Tidak, tidak ada lagi
Sang pengarang malam lebaran pun telah lama menjadi tanah
Diatas kuburannya pun tidak ada bulan

Tidak, tidak ada lagi
Seluruhnya luruh ke pusat bumi
Menimbun luka
Jika bulan tak lagi diatas kuburan
Untuk apa meratapi kepergian?
Ketika bulan sudah tidak lagi diatas kuburan

Ponggolaka, Sulawesi Tenggara

Sebuah Catatan Singkat (Sisi lain seorang pelajar)

indahsyamsuddin.blogspot.com sebuah blog sederhana yang menggambarkan sisi lain seorang pelajar dengan cara yang juga sederhana. Mengangkat sisi lain seorang pelajar dimana pelajar yang kita kenal adalah pelajar yang setiap hari berkutat dengan buku dan tugas padahal pelajar juga manusia biasa yang penuh dengan serba serbinya dan diungkapkan dalam bentuk sajak dan esay. Disajikan menggunakan kata - kata yang tidak terlalu berat serta mudah diterima.

Tahu kan kalau pelajar itu identik dengan buku dan pelajaran? Ternyata tidak. Kebanyak orang diluar sana jika berpapasan dengan para pelajar dijalanan dan kebetulan dengan perawakan yang sedikit berantakan akan di judge dengan berbagai macam tuduhan mulai dari anak berandalan lah, suka tawuran lah, anak nakal lah, dan berbagai tuduhan - tuduhan yang pastinya itu belum tentu benar.

Nah, melalui indahsyamsuddin.blogspot.com ini kita bisa memberi pemahaman kepada masyarakat kalau Pelajar itu manusia biasa yang butuh re-fresh dan mengenal pelajar dari sudut pandang yang berbeda, jangan berkutat terus dengan buku dan pelajaran seperti sekarang sudah banyak pelajar yang kekinian, kreatif, cerdas, takwa kepada Tuhan, dan yang pastinya bebas narkoba. Disajikan melalui sajak - sajak dan esay yang langsung berasal dari pelajar - pelajar dengan latar belakang kehidupan yang berbeda - beda.

Selain itu melalui indahsyamsuddin.blogspot.com kita juga bisa belajar dengan cara yang sangat sederhana cara menjadi pelajar yang baik. Sebagai pelajar yang baik kita tidak hanya memperhatikan pelajaran tetapi juga lingkungan dan selalu beruasaha menjadi pelajar yang positif seperti tidak merokok, sex bebas, dan segala sesuatu yang membahayakan diri sendiri bahkan lingkungan khususnya lingkungan keluarga.

Teruntuk seluruh pelajar yang sudah berkenan mengunjungi blog saya, yuk kita sama - sama jadi pelajar yang seutuhnya. Bersahabat dengan buku, aktif berprestasi di sekolah, peduli lingkungan, cinta tanah air, dan yang paling penting beriman kepada Tuhan.

Hidup pelajar Indonesia
Hidup pelajar Sulawesi Tenggara
Hidup Indonesia,
Salam.

Kendari, Sulawesi Tenggara
Juli, 2016
Ramadhan, 1437

Minggu, 05 Juni 2016

Pria yang pergi pagi itu

Selamat Malam.
Mungkin saja saat kalian membaca tulisan ini di tempat kalian sedang pagi, siang, atau bahkan sore, tetapi biarlah. Dalam waktu 24 jam saya lebih menyukai waktu malam karena pada waktu itulah kita dapat mengenang seluruh kejadian yang kita alami seharian, entah itu kejadian sedih, senang, memalukan, bahkan sampai mengharukan.

Malam ini saya akan bercerita kepadamu tentang sepenggal kisah hidup dari seorang anak yang lahir 62 tahun yang lalu. Tentang seorang Kakak yang berjuang mati - matian demi kelangsungan dan kesuksesan hidup adik - adiknya, tentang seorang suami yang berusaha keras untuk belajar mencintai dan menyayangi istrinya ditengah rasa kebencian dirinya dan keluarganya, seorang ayah, bapak yang berkorban banyak demi anak - anaknya agar bisa sekolah setinggi mungkin, tentang seorang kakek yang bak motivator untuk kedua cucu - cucunya, tentang pria yang dicintai semua orang, dan tentang hamba Allah yang kembali ke dekapan penciptanya pagi itu dengan tenang dan tanpa menyusahkan orang lain.

31 desember 62 tahun yang lalu seorang anak laki - laki lahir dari rahim seorang perempuan berdarah Bugis. Masa kecil hingga remaja yang harus dilaluinya berbeda dengan orang kebanyakan, ia terpaksa putus sekolah karena harus bekerja demi kelangsungan hidup orang tua dan adik - adiknya hingga sukses sampai sekarang. Ia bekerja serabutan mulai dari pemanjat pohon kelapa, supir antar kabupaten, buruh pabrik, pedagang, sampai pengusaha tambal ban, seluruhnya ia lakukan demi kelangsungan hidup keluarganya.

20 tahun kemudian ia menikah dengan seorang perempuan berdarah Makassar, Pernikahan mereka begitu rumit karena tidak didasari rasa cinta tambah lagi ibu pria ini sangat tidak suka terhadap sikap pemalas istrinya. Pertengkaran sering terjadi sampai pada suatu saat pria ini memutuskan untuk bermigrasi ke pulau Kalimantan bersama istrinya. Kepindahan mereka ternyata banyak mengambil hikmah, pasalnya di sana mereka bertetangga dengan pedagang makanan sehingga istrinya setiap hari berkunjung ke rumah tetangganya untuk belajar segala hal. Mulai dari belajar memasak, mencuci, sampai mengurus seluruh keperluan suami dan rumah tangganya hingga pertengkaran tak pernah lagi terjadi antara keduanya.

Tahun selanjutnya buah cinta pertama mereka lahir yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Demi melihat perubahan sikap menantunya yang menjadi semakin lebih baik, ibu pria ini pun perlahan - lahan mulai menerima menantunya dengan penerimaan yang baik. Dan pria ini, demi melihat anak pertama dan perubahan istrinya cinta itu perlahan mulai tumbuh dan merekah di hati untuk istrinya, mengingat betapa kuat ia membangun benteng kebencian untuk istrinya, tetapi cinta itu nyatanya lebih kuat dari benteng kebencian dihatinya. keadaan membaik.

Tahun - tahun berikutnya hingga anak ketiganya lahir, ia kembali memutuskan bermigrasi ke Sulawesi Tenggara yang kala itu masih merupakan bagian dari Sulawesi Selatan. Di sana ia membuka usaha bengkel tambal ban demi melihat anak dan istrinya. Ia bekerja keras untuk bisa menjadi ayah, bapak yang baik. Tahun berikutnya, keadaan sudah menjadi lebih baik bahkan sangat baik, mereka mulai membangun rumah yang lebih layak, istrinya pun mulai membuka usaha sebagai pedagang sembako. Kehidupan mereka sudah jauh dari kata layak.
Anak pertamanya berhasil mendapat beasiswa full perguruan tinggi di Gorontalo hingga anak pertamanya berhasil mendapat gelar "Cumlaude".

Ketika anak bungsunya lahir, terbesit dipikirannya bagaimana cara menjadi ayah yang baik? Ia mulai membantu istrinya mengurus rumah dia juga sering bercerita kepada anak - anaknya tentang makna hidup.
Lima tahun kemudian, ia akhirnya menyelesaikan tugasnya sebagai ayah, bapak bagi anak pertamanya. Ia berhasil menikahkan anak pertamanya dengan seorang pria berdarah Bulukumba.
Dua tahun setelahnya, cucu pertamanya lahir yang menambah catatan sejarah kebahagiaannya. Sekarang ia bukan hanya menjadi ayah tetapi seorang kakek untuk cucunya.

Empat belas tahun setelahnya ia mulai menjadikan dirinya sebagai ayah,  Bapak yang baik untuk anak dan cucunya. Setiap kali ia mengunjungi cucunya ia selalu meneteskan air mata, mengingat usaha kerasnya berbuah manis saat ini. Anak keduanya saat ini menjabat sebagai kepala sekolah di salah satu sekolah di Kabupaten Kolaka, anak ketiganya adalah seorang bidan di salah satu rumah sakit swasta di Kendari, dan anak bungsunya adalah salah satu pegiat seni termuda di Sulawesi Tenggara.

Ia selalu bekerja keras tanpa pernah terbesit dipikirannya untuk menyusahkan dan merepotkan orang lain. Ia selalu dicintai oleh semua orang. Terutama istri, anak, cucu, sampai tetangga - tetangga sekitar pemukimannya. Dan bagaimana nasib adik - adiknya? Mereka sukses dengan pekerjaannya masing - masing berkat kerja keras dirinya.

Setahun kemudian tepat pukul 09.00 pagi di usianya yang ke 62 tahun, ia pergi pagi itu dengan tenang dan tanpa menyusahkan orang lain. Ia di jemput ajal dengan penuh kedamaian. Ia meninggalkan orang - orang yang mencintainya untuk bertemu dengan penciptanya sebagai hamba Allah yang setaat - taatnya seorang hamba.

Dan hari ini, tepat 17 tahun usia anak bungsunya sekaligus Ramadhan pertama dirinya tak lagi berpijak di bumi Allah. Rasa kehilangan yang kemudian menjadi kekuatan baru bagi seluruh orang yang mencintainya. Selamat jalan Kakak, suami, bapak, kakek, kelak kita semua akan di pertemukan kepada pencipta kita.

"Ketika kehilangan pada akhirnya menjadi kekuatan baru dan membuka mata kita akan ketidak abadian hidup".

Nur Indah Amelia Syamsuddin
17 tahun, Kendari, Sulawesi Tenggara

Senin, 02 Mei 2016

Pendidikan Kita Hari Ini

Semua anak itu jenius. Tetapi jika kau menilai ikan dari caranya memanjat pohon maka seumur hidup ia akan dianggap bodoh"

- Albert Einstein -

Kutipan sang penemu teori relativitas yang selaras dengan pendidikan kita hari ini, dimana anak yang dinilai pintar hanyalah anak yang mendapat peringkat satu dikelas atau yang memiliki nilai matematika yang tinggi. Atau bahkan anak yang dinilai pintar hanyalah anak yang mengambil kelas IPA (Ilmu Pengetahuan Alam).

Saat ini terlalu banyak siswa dan siswi kita yang mengeluh karena sistem pendidikan kita yang menurut sebagian besar pelajar sedikit "Menekan" mengapa? Karena pendidikan kita hari ini yang lebih mengutamakan belajar, belajar, dan belajar tanpa memperdulikan kondisi psikis para pelajar. Misalnya saja, saat ini jam pelajaran di sekolah bertambah banyak dengan adanya "lintas minat" sedangkan jam istirahat di kurangi. Tahukah kita, contoh kecil tersebut merupakan bagian dari kesenjangan pendidikan? Contoh yang lain adalah jika anak yang mengambil jurusan IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam) dapat mendaftar di semua jurusan jika masuk perguruan tinggi sedangkan anak yang mengambil jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) hanya terbatas pada jurusan yang berkaitan saja. Bukankah fakta tersebut adalah juga bagian dari kesenjangan pendidikan?

Belum lagi masalah klasik dunia pendidikan kita yang kian tahun kian marak terjadi bahkan sudah dianggap sebagai hal yang lumrah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terdapat siswa atau siswi yang bersikap tidak sopan kepada gurunya. Mengapa? Hal tersebut berkaitan dengan  sistem yang menjauhkan campurtangan agama dalam kehidupan.

Agama hanya dijadikan sebatas pengetahuan dan aturan ritual belaka. Dimana seluruh aturan hidup dibuat berlandaskan keterbatasan akal manusia semata. Akibatnya banyak peserta didik kita yang tidak peduli bahkan tidak tahu menahu tentang tujuan dari pendidikan nasional. menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Hal tersebut terjadi bukan karena sistem kita yang salah, bukan karena sistem kita yang tidak baik, tapi bagaimana cara kita belajar pendidikan agama yang baik serta bagaimana cara kita menciptakan lingkungan yang positif bagi para calon generasi emas kita, generasi muda Indonesia berbakat.

Selamat Hari Pendidikan Nasional
Stop Kesenjangan Pendidikan.

Kendari, Sulawesi Tenggara.

Minggu, 20 Maret 2016

Indah Syamsuddin: Gadis berselimut sorban

Indah Syamsuddin: Marwah Hanurti ; Gadis berselimut sorban

Indah Syamsuddin: sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

Indah Syamsuddin: sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

sepenggal asa dari kerikil pesisir Moramo Utara

Tatkala matahari sepenggalan naik
Tampak kontras membelah langit di garis - garis cakrawala
Memantapkan langkah kaki memulai perjalanan yang tidak terlalu jauh juga tidak nampak dekat dipelupuk mata
Membelah jalanan yang panjang membentang menuju pesisir Moramo Utara Sebuah wilayah yang dihimpit karang dan asinnya lautan beserta bakau yang tumbuh bak ilalang liar

Diri ini bak tamu yang disuguhi pemandangan semesta
Yang tampak bertasbih digaris khatulistiwa
Menggema bersama alunan denting palu yang beradu
Bak tentara yang mengangkat senjata
Para wanita paruh baya berpenutup wajah
Mengangkat palu sembari menjemput rezeki 

Sembari berdzikir lepas dhuha
Sembari bercucuran keringat
Sembari memperbaiki penutup wajahnya
Sembari menjemput secuil asa yang tertanam di dalam batu kerikil

Tapi pernahkah mereka mengemis ke senayan??
Pernahkah mereka memberontak di depan wali kota?
Pernahkah mereka telanjang muka di depan para pemegang kekuasaan?

Tidak. Bahkan mereka tidak pernah tahu siapa itu pemegang kekuasaan
Yang mereka tahu hanya bersujud dan berdzikir di waktu matahari sepenggalan naik
Berharap sang pemilik semesta menjatuhkan sekantung uang receh dari langit

Mereka buta akan huruf
Mereka buta akan warna
Mereka buta akan hukum
Tapi ketahuilah mereka tidak pernah buta akan nikmat Tuhan


Tanjung Tiram, Moramo Utara, Konawe Selatan